UU DAN MENKES BARU: KADO HARI KESEHATAN NASIONAL
Oleh: Hendriyanto,S,IP, M.Kes
Meskipun sempat mengundang perdebatan yang hangat di kalangan masyarakat terutama pemerhati kesehatan, UU kesehatan yang baru telah disahkan DPR pada tanggal 14 September lalu . Dengan segala pernak pernik diseputar pengesahan Undang – Undang ini mau tidak mau menyedot perhatian luas dari masyarakat. Ditambah lagi dengan sosok baru Menkes yang juga sempat menjadi perbincangan dikalangan media massa di awal masa jabatan beliau sebagai Menkes. Ibu menkes yang baru dilantik oleh Presiden SBY pada tanggal 20 Oktober yang lalu ini ditantang untuk membuktikan kepada publik tentang kinerja beliau terutama pada masa 100 hari pertama. Ini untuk menjawab keraguan sebagian kalangan atas kompetensi dan lebih jauh jiwa nasionalisme nya terutama tentang keberadaan lembaga NAMRU di indonesia .
Hal ini menjadi suatu meomentum yang sangat berarti bagi Depkes dan dunia kesehatan secara luas. Sekaligus sebagai kado karena pada tanggal 12 November ini merupakan Hari Kesehatan Nasonal tahun 2009. Menginagt masih banyaknya Pekerjaan Rumah kita yang masih belum dapat kita selesaikan. Diantaranya angka kematian Ibu/Bayi yang mash tinggi, Gizi buruk , Akses masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan dan segudang masalah yang masih antri menunggu sentuhan para pengambil kebijakan penting di negeri ini.
Apapun keadaan yang ada dan melatarbelakanginya publik berharap banyak momentum hari kesehatan nasional kali ini akan menjadi tonggak bagi perubahan yang signifikan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara substansial, bukan sebatas slogan dan seremonial belaka.
Point penting UU kesehatan
Jika kita cermati, banyak hal yang fundamental dalam Undang – Undang kesehatan yang baru disahkan tersebut. Terlepas dari pro kontra dalam berbagai aspek, hal ini merupakan sebuah langkah maju bagi dunia kesehatan di tanah air. Sebut saja misalnya ketentuan mengenai larangan merokok telah lama di perjuangkan oleh pakar dan praktisi kesehatan termasuk pada saat pembahsan RUU kesehatan tahun 1992. Namun karena kuatnya arus dan dominasi kalangan yang berkepentingan ( pengusaha rokok ) hal itu mentah dalam pembahasan di DPR.
Demikian juga mengenai ASI ekslusif , selama ini upaya untuk memperkuat program ASI ekslusif masih sebatas upaya persuasif dengan pendekatan promosi yang kalah gaung dari produsen susu formula. Saat ini ketentuan tentang ASI ekslusif tersebut telah diakomodasi lengkap dengan ketentuan pidana yang mengikat.Kondisi ini tentunya juga merupakan cerminan dari upaya politik yang dilakukan oleh pemerintah yang mendapat masukan secara terus menerus dari kalangan pegiat dan praktisi kesehatan.
Undang Undang ini merupakan revisi dari Undang Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Mengutip pernyataan ketua Pansus UU kesehatan dr.Ribka Tjiptaning menyatakan bahwa Undang Undang kesehatan yang lama sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, otonomi daerah dan masyarakat saat ini, Sehingga perlu perubahan untuk memberikan jaminan kesehatan kepada rakyat miskin
UU Kesehatan yang baru tersebut mengatur sejumlah poin penting atau cukup berbeda dari UU yang lama yakni UU kesehatan nomor 23 tahun 1992. Adapun beberapa poin penting itu adalah Pertama, sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah pusat, pemda, masyarakat, dan swasta yang besarnya 5% APBN, sementara untuk daerah besarnya 10 % dari APBD . Kedua, ketentuan aborsi diatur lebih jelas. UU Kesehatan ini langsung menyebutkan istilah 'aborsi', tidak lagi 'tindakan medis'.Sementara ketentuan pengecualian dari tindakan aborsi ini mencakup keadaan /kegawatdaruratan medis bagi ibu/janin, korban perkosaan dengan bantuan konsellor yang berkompeten.Usia kehamilan yang boleh dilakukan aborsi dibatasi hanya sampai umur kehamilan dibawah 6 minggu kecuali kedaruratan medis.Ketiga, UU Kesehatan menegaskan hak bayi untuk memperoleh ASI eksklusif selama 6 bulan, kecuali dalam keadaan darurat medis, ASI dapat digabung dengan makanan lain dan susu formula.Ketentuan pidana yang terkait hal ini jika setiap orang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI ekslusif diancam hukuman pidana maksimal 1 tahun dan denda 100 juta rupiah . Keempat, UU Kesehatan juga memperjelas definisi zat adiktif yang masih rancu dalam UU Kesehatan sebelumnya, termasuk yang paling hangat dibicarakan tentang hilangnya ayat 2 pasal 113 yang menyebutkan tembakau sebagai salah satu zat adiktif. Larangan merokok di tempat umum juga disebutkan secara jelas yakni di tempat pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat bermain anak,tempat ibadah, angkutan umum, tempat bekerja dan tempat umum yang ditetapkan .Ancaman pidananya pun cukup fantastik yaitu denda 50 Juta rupiah. Kelima, mengenai harga obat. UU ini memberikan kewenangan pada pemerintah untuk mengendalikan harga obat esensi dan obat generik agar harganya dapat terjangkau.
Ketentuan lain yang cukup fenomenal adalah tentang jaminan kesehatan kepada masyarakat. pemerintah dan rumah sakit tidak bisa lagi melepaskan diri dari kewajibannya memenuhi jaminan kesehatan. Rumah sakit tidak bisa lagi menolak pasien yang tidak bisa membayar uang muka dan tidak mampu membayar, khususnya pasien dalam keadaan darurat. Bagi Rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan yang membandel akan dikenani sanksi pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda 200 juta rupiah. sedangkan jika tindakan tersebut mengakibatkan si pasien meninggal dunia/cacat tetap di kenai sanksi pidana 10 tahun dan denda 1 milyar rupiah.
Selanjutnya tugas kita sebagai insan kesehatan bersama masyarakat untuk mengawal pelaksanaan Undang – Undang ini sekaligus mengawal dan mengkritisi Menkes yang baru sehingga benar – benar menjadi suatu bentuk nyata upaya politik yang pro rakyat dan bermanfaat secara luas kepada masyarakat danbangsa Indonesia yang tercinta.
Oleh: Hendriyanto,S,IP, M.Kes
Meskipun sempat mengundang perdebatan yang hangat di kalangan masyarakat terutama pemerhati kesehatan, UU kesehatan yang baru telah disahkan DPR pada tanggal 14 September lalu . Dengan segala pernak pernik diseputar pengesahan Undang – Undang ini mau tidak mau menyedot perhatian luas dari masyarakat. Ditambah lagi dengan sosok baru Menkes yang juga sempat menjadi perbincangan dikalangan media massa di awal masa jabatan beliau sebagai Menkes. Ibu menkes yang baru dilantik oleh Presiden SBY pada tanggal 20 Oktober yang lalu ini ditantang untuk membuktikan kepada publik tentang kinerja beliau terutama pada masa 100 hari pertama. Ini untuk menjawab keraguan sebagian kalangan atas kompetensi dan lebih jauh jiwa nasionalisme nya terutama tentang keberadaan lembaga NAMRU di indonesia .
Hal ini menjadi suatu meomentum yang sangat berarti bagi Depkes dan dunia kesehatan secara luas. Sekaligus sebagai kado karena pada tanggal 12 November ini merupakan Hari Kesehatan Nasonal tahun 2009. Menginagt masih banyaknya Pekerjaan Rumah kita yang masih belum dapat kita selesaikan. Diantaranya angka kematian Ibu/Bayi yang mash tinggi, Gizi buruk , Akses masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan dan segudang masalah yang masih antri menunggu sentuhan para pengambil kebijakan penting di negeri ini.
Apapun keadaan yang ada dan melatarbelakanginya publik berharap banyak momentum hari kesehatan nasional kali ini akan menjadi tonggak bagi perubahan yang signifikan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara substansial, bukan sebatas slogan dan seremonial belaka.
Point penting UU kesehatan
Jika kita cermati, banyak hal yang fundamental dalam Undang – Undang kesehatan yang baru disahkan tersebut. Terlepas dari pro kontra dalam berbagai aspek, hal ini merupakan sebuah langkah maju bagi dunia kesehatan di tanah air. Sebut saja misalnya ketentuan mengenai larangan merokok telah lama di perjuangkan oleh pakar dan praktisi kesehatan termasuk pada saat pembahsan RUU kesehatan tahun 1992. Namun karena kuatnya arus dan dominasi kalangan yang berkepentingan ( pengusaha rokok ) hal itu mentah dalam pembahasan di DPR.
Demikian juga mengenai ASI ekslusif , selama ini upaya untuk memperkuat program ASI ekslusif masih sebatas upaya persuasif dengan pendekatan promosi yang kalah gaung dari produsen susu formula. Saat ini ketentuan tentang ASI ekslusif tersebut telah diakomodasi lengkap dengan ketentuan pidana yang mengikat.Kondisi ini tentunya juga merupakan cerminan dari upaya politik yang dilakukan oleh pemerintah yang mendapat masukan secara terus menerus dari kalangan pegiat dan praktisi kesehatan.
Undang Undang ini merupakan revisi dari Undang Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Mengutip pernyataan ketua Pansus UU kesehatan dr.Ribka Tjiptaning menyatakan bahwa Undang Undang kesehatan yang lama sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, otonomi daerah dan masyarakat saat ini, Sehingga perlu perubahan untuk memberikan jaminan kesehatan kepada rakyat miskin
UU Kesehatan yang baru tersebut mengatur sejumlah poin penting atau cukup berbeda dari UU yang lama yakni UU kesehatan nomor 23 tahun 1992. Adapun beberapa poin penting itu adalah Pertama, sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah pusat, pemda, masyarakat, dan swasta yang besarnya 5% APBN, sementara untuk daerah besarnya 10 % dari APBD . Kedua, ketentuan aborsi diatur lebih jelas. UU Kesehatan ini langsung menyebutkan istilah 'aborsi', tidak lagi 'tindakan medis'.Sementara ketentuan pengecualian dari tindakan aborsi ini mencakup keadaan /kegawatdaruratan medis bagi ibu/janin, korban perkosaan dengan bantuan konsellor yang berkompeten.Usia kehamilan yang boleh dilakukan aborsi dibatasi hanya sampai umur kehamilan dibawah 6 minggu kecuali kedaruratan medis.Ketiga, UU Kesehatan menegaskan hak bayi untuk memperoleh ASI eksklusif selama 6 bulan, kecuali dalam keadaan darurat medis, ASI dapat digabung dengan makanan lain dan susu formula.Ketentuan pidana yang terkait hal ini jika setiap orang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI ekslusif diancam hukuman pidana maksimal 1 tahun dan denda 100 juta rupiah . Keempat, UU Kesehatan juga memperjelas definisi zat adiktif yang masih rancu dalam UU Kesehatan sebelumnya, termasuk yang paling hangat dibicarakan tentang hilangnya ayat 2 pasal 113 yang menyebutkan tembakau sebagai salah satu zat adiktif. Larangan merokok di tempat umum juga disebutkan secara jelas yakni di tempat pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat bermain anak,tempat ibadah, angkutan umum, tempat bekerja dan tempat umum yang ditetapkan .Ancaman pidananya pun cukup fantastik yaitu denda 50 Juta rupiah. Kelima, mengenai harga obat. UU ini memberikan kewenangan pada pemerintah untuk mengendalikan harga obat esensi dan obat generik agar harganya dapat terjangkau.
Ketentuan lain yang cukup fenomenal adalah tentang jaminan kesehatan kepada masyarakat. pemerintah dan rumah sakit tidak bisa lagi melepaskan diri dari kewajibannya memenuhi jaminan kesehatan. Rumah sakit tidak bisa lagi menolak pasien yang tidak bisa membayar uang muka dan tidak mampu membayar, khususnya pasien dalam keadaan darurat. Bagi Rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan yang membandel akan dikenani sanksi pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda 200 juta rupiah. sedangkan jika tindakan tersebut mengakibatkan si pasien meninggal dunia/cacat tetap di kenai sanksi pidana 10 tahun dan denda 1 milyar rupiah.
Selanjutnya tugas kita sebagai insan kesehatan bersama masyarakat untuk mengawal pelaksanaan Undang – Undang ini sekaligus mengawal dan mengkritisi Menkes yang baru sehingga benar – benar menjadi suatu bentuk nyata upaya politik yang pro rakyat dan bermanfaat secara luas kepada masyarakat danbangsa Indonesia yang tercinta.
Penulis adalah Pemerhati Kesehatan tinggal di TanjabTimur ,Jambi lulusan Pasca sarjana IKM, UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar